Pertama, pahami motivasi mereka (siswa) dalam bertindak
Secara
umum manusia terdorong untuk melakukan sesuatu karena ada dua motivasi.
Motivasi yang pertama muncul dari dalam diri manusia itu sendiri (internal motivation). Motivasi yang kedua timbul karena dorongan dari luar manusia itu sendiri (external motivation).
Kalau menurut Joe Vitale seorang ahli hypnotic writing ada dua cara agar seseorang mau bertindak. Cara pertama yaitu dengan memberikan dorongan “rasa sakit” (baca : funishment).
contoh seorang karyawan akan rajin datang ke tempat kerja dengan tepat
waktu jika ada ancaman potongan gaji untuk setiap kali kesiangan.
Cara kedua adalah memberikan dorongan dengan “rasa senang” (baca : reward).
Contoh : karyawan bagian sales (lapangan) akan mendapatkan ‘gaji’ yang
lebih jika mampu menjual dengan jumlah yang lebih banyak dari target.
Sedikit berbeda dengan cara Jaya Setia Budi seorang pengusaha dan pendiri sekolah entrepreneur dan juga penulis buku the power of super kepepet, dia menegaskan bahwa seseorang akan bertindak jika kondisinya berada dalam keadaan ‘kepepet’ (baca : funisment). Atau dalam keadaan ‘iming-iming’ (baca : reward)
Misalnya
ketika orang yang Anda cintai dirawat di rumah sakit kemudian dokter
memvonis harus dioperasi hari ini juga dengan biaya 20 juta, kalau tidak
keadaanya akan tambah kritis. Mau tidak mau dalam keadaan ‘kepepet’
seperti ini kita pasti tergerak untuk mencari uang tersebut dalam waktu
singkat dan wajib mendapatkannya dengan cara apapun (halal tentunya).
Intinya
jika ingin menggerakan seseorang baik murid ataupun karyawan kita
sebagai penggeraknya (guru atau pemimpin) harus pandai-pandai memainkan motivasi internal maupun motivasi eksternal mereka (baca : murid) dengan cara memberikan dan memberlakukan reward atau funishment dengan cara yang disesuaikan.
Karena
pada hakikatnya manusia memang membutuhkan dua dorongan seperti itu,
bahkan kalau kita cermati islam pun mengajarkan demikian. Seorang muslim
diberikan dua pilihan oleh Allah swt dalam menjalani hidup ini yaitu surga (baca : reward) atau neraka (baca : funishment).
Jadi saya ulangi reward dan funishment adalah sesuatu yang wajar dan benar jika bisa dimanfaatkan dalam meningkatkan motivasi siswa untuk mau bertindak melakukan suatu hal (baca : tugas sekolah) .
Kedua, temukan alasan-alasan mereka tidak mau mengerjakan tugas
Hal
ini didasari berdasarkan pengalaman dan pengamatan serta hasil diskusi,
wawancara dengan siswa selama berada di sekolah. Berikut saya uraikan
beberapa alasan mereka (baca: siswa) tidak mau mengerjakan tugas sekolah
:
· Mereka tidak mengerjakan tugas karena tidak mengerti sepenuhnya tugas yang diberikan oleh gurunya.
· Mereka
tidak mengerjakan tugas karena waktu yang mereka punya habis untuk
mengikuti banyak kegiatan seperti les piano, les bahasa inggris,
bimbingan belajar, dan organisasi.
· Mereka
tidak mengerjakan tugas sekolah karena sebelumnya tugas yang pernah
mereka kerjakan tidak diperiksa oleh guru bersangkutan bahkan tercecer
dimana saja, sehingga siswa memiliki persepsi bahwa tugas yang
dikumpulkannya sia-sia.
· Mereka tidak mengerjakan karena memang siswa tersebut tidak punya motivasi untuk belajar dan mau mengerjakan tugas, maunya mengerjakan di sekolah melihat hasil pekerjaan teman sekelasnya.
· Mereka tidak mau mengerjakan tugas karena tugas sekolah yang mereka miliki cukup banyak pada setiap mata pelajaranya.
· Mereka tidak mengerjakan tugas sekolah karena tidak memiliki rekan untuk belajar bersama.
· Mereka tidak mau mengerjakan tugas sekolah karena pengaruh video games, jadi main video games hingga lupa waktu.
Alasan-alasan
yang saya paparkan tersebut sebenarnya masih kurang mewakili untuk
banyaknya faktor-faktor lain yang belum saya temukan. Jadi masih banyak
kemungkinan alasan diluar yang saya kemukakan ini.
Ketiga, menggabungkan motivasi dan alasan mereka dalam menyusun tugas sekolah
1. Sebelum memberikan tugas berlakukan sistem reward dan funishment.
2. Dalam
memberlakukan system ini kita harus konsisten, karena jika sekali saja
“lalai” kedepanya siswa akan mempersepsikan hal yang serupa untuk tugas
berikutnya.
3. Reward dan funishment-nya tergantung dari karakter siswa dan kondisi serta kesulitan tugas yang diberikan.
4. Reward dan funishment tidak semata hadiah atau hukuman yang bersifat material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar